Hukum Zakat Profesi : Analisis Pro & Kontra

Hukum Zakat Profesi – Zakat Profesi adalah zakat yang dikenakan atas setiap pekerjaan atau keahlian baik yang dilakukan oleh sendiri atau bersama orang lain seperti lembaga yang mendatangkan penghasilan dan memenuhi nishab.

Contohnya profesi dokter, advokat, konsultan, dosen, arsitek dan sebagainya (Panduan Praktis Tentang Zakat, Infaq, Sedekah hlm. 103)

Dalam istilah fiqih kontemporer zakat ini disebut zakah rawatib al-muwazhaffin (zakat gazi pegawai) atau disebut juga zakat hasil pekerjaan dan profesi swasta (zakah kasb al-‘amal wa al-mihan al-hurrah).

Menurut Yusuf Qardhawi, nishob zakat profesi sebesar 85 gram emas dan jumlah yang wajib dikeluarkan sebesar 2,5 %.

Secara perhitungan, menurutnya juga dapat dibagi dalam du acara yaitu: pertama zakat dibayarkan langsung dari laba kotor baik secara bulanan atau tahunan dan kedua zakat dibayarkan dari penghasilan bersih alias setelah dipotong biaya kebutuhan pokok.

hukum zakat profes

Contoh varian pertama misalnya, penghasilan Pak Misbah sebesar 3.000.000 setiap bulannya. Maka Pak Misbah harus mengeluarkan zakat sebesar 2.5% dari Rp.3.000.000.

itu berarti Pak Mishbah harus berzakat sebesar Rp. 75.000 setiap bulan atau Rp. 900.000 setiap tahun. Adapun contoh varian kedua yaitu dihitung dari laba bersihnya saja. Contohnya,

Penghasilan bulanan Pak Misbah sebesar Rp. 3.000.000, sementara pengeluarannya sebesar Rp. 2.500.000. berarti laba bersihnya Rp.500.000.

Dari laba ini dikeluarkan zakat sebesar 2,5% berarti zakat profesi yang dibayar bulanan oleh Pak Misbah sebesar Rp. 12.500 atau Rp. 150.000 per tahunnya.

Asal Mula Munculnya Zakat Profesi di Indonesia

hukum zakat profes

Zakat profesi termasuk permasalahan kontemporer yang tidak pernah dikenal sebelumnya baik masa sahabat, tabiin, tabiit tabiin dan seterusnya hingga tahun 60-an.

BACA :  Pengertian Norma : Jenis, Ciri, Tujuan & Contohnya, Lengkap

Yusuf Qardhawi adalah penggagas pemikiran zakat ini yang dituliskannya dalam kitabnya Fiqh Zakah.

Adapun di Indonesia, baru marak sejak akhir tahun 90-an khusunya ketika kitab Yusuf Qardhawi diterjemahkan ke Bahasa Indonesia oleh Didin Hafidhuddin.

Dengan kemunculan pemikiran itu, maka zakat profesi mulai diterapkan oleh berbagai lembaga-lembaga zakat di Indonesia.

Pro Kontra Hukum Zakat Profesi

hukum zakat profes

Ada dua kelompok yang menanggapi hukum zakat profesi. Hal ini wajar sebab pemikiran seperti ini tidak dikenal pada masa lalu.

Adapun kelompok yang membolehkan misalnya seperti Yusuf Qardhawi, Syaikh Abdul Wahhab Khallaf, Syaikh Abu Zahrah, Prof Quraish Syihab, Prof Didin Hafidhuddin, Majelis Tarjih Muhammadiyah dan MUI.

Sementara kelompok yang tidak membolehkan zakat profesi adalah Dr. Wahbah az-Zuhaili, Syaikh bin Baz, Prof Ali as-Salus, Syaikh Muhammad bin Shaleh Utsaimin, Haiah Kibaril Ulama, Bahtsul Masail NU dan Hisbah PERSIS.

Kelompok ini berargumen bahwa zakat profesi tidak pernah dicontohkan oleh Rasulullah Saw.

Adapun argumentasi yang dikemukakan oleh kelompok pertama adalah perbuatan sahabat yang mengeluarkan zakat untuk harta perolehan (al-maal al-mustafaad), yaitu harta baru yang didapat seseorang melalui salah satu cara kepemilikan harta semisal kerja, hibbah, waris dan sejenisnya.

Yusuf Qardhawi menyandarkan pada sebagian pendapat sahabat seperti Ibnu Masud dan Ibnu Abbas,

serta sebagian tabiin semisal Hasan Bashri, Makhul dana z-Zuhri yang mana mereka mengeluarkan zakat dari harta perolehan (al-maal al-Mustafaad) tanpa mensyaratkan haul.

Tidak hanya itu, Qardhawi juga melemahkan hadits tentang syarat haul pada zakat. Haul yaitu pemilikan harta selama satu tahun.

Hadits yang dimaksud adalah hadits Ali Bin Abi Thalib yang menyatakan bahwa Rasulullah bersabda “tidak ada zakat pada harta hingga berlalu haul”. Alasan Qardhawi mendaifkan hadits ini dikarenakan ada perawi bernama Jarir bin Hazm yang dianggapnya lemah.

BACA :  Penjelasan Ashnaf Zakat Berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah [Lengkap]

pro kontra zakat profesi

Argumentasi kedua kelompok yang membolehkan zakat profesi adalah keumuman dalil-dalil tentang zakat. Misalnya Q.s. al-Baqarah ayat 267 yang berbunyi;


Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.S. Al-Baqarah : 267)

Tidak hanya itu, kelompok yang membolehkan zakat profesi juga lantaran mereka mengqiyaskan zakat tersebut ke zakat pertanian yang dikeluarkan setiap kali panen.

Memang zakat pertanian syaratnya hanya tiga, yaitu mencapai nishob, ditanam oleh manusia dan tanaman yang dimaksud adalah makanan pokok.

Mengeluarkan zakat setiap kali panen, oleh kelompok ini diqiyaskan ke zakat profesi. Artinya setiap kali panen itu berarti setiap kali gazian dalam zakat profesi. Dengan begitu, zakat profesi pun diberlakukan.

Analisis Kritis Hukum Zakat Profesi Menurut Siddiq al-Jawy

analisis hukum zakat profesi

Menurut Siddiq al-Jawy, dalil-dalil yang dijadikan sandaran oleh kelompok yang membolehkan adalah dalil yang lemah.

Oleh karena itu, zakat profesi diianggap tidak dibenarkan dalam Islam. Adapan kelemahan dalil tersebut adalah sebagai berikut;

Pertama, ijtihad sahabat bukanlah dalil kuat (mu’tabar) sehingga kelompok yang menyandarkan pandangan pada ijtihad sahabat yaitu tidak adanya syarat haul pada zakat maal mustafaad sangat lemah.

Kedua, pendapat yang raajih (kuat) tentang maal mustafad adalah pendapat jumhur ulama yaitu harta tidak dikeluarkan zakatnya kecuali berlalunya haul.

Ini merupakan pendapat sahabat Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Bahkan termasuk pendapat yang diadopsi madzhab yang empat.

BACA :  Hikmah Sedekah dalam Islam yang Sangat Menggugah

Ketiga, argumentasi Yusuf Qardhawi yang melemahkan perawi Jarir Ibn Hazm dalam hadits yang mensyaratkan haul pada zakat tidak lain karena beliau mengikuti pendapat Ibnu Hazm.

Padahal belakangan Ibn Hazm sendiri meralatnya dan mengatakan bahwa hadits tersebut adalah shahih (al-Muhalla, VI/74)

Keempat, ayat-ayat al-Quran yang bersifat umum tentang perintah menginfakkan harta tidak bisa dipahami begitu saja. Sebab dalil-dalil tersebut telah ditakhsis oleh hadits Rasulullah Saw.

Di antaranya yang menjelaskan hanya ada dua macam zakat yaitu zakat fitrah dan zakat harta yang meliputi empat macam (zakat binatang ternak, zakat tanaman dan buah-buahan, zakat emas dan perak serta zakat perdagangan).

Dengan demikian menurutnya, berdalil dengan ayat-ayat umum tidak dapat diterima karena dalil-dalil tersebut ada yang mengkhusukan.

Kaidah ushulnya berbunyi “al-‘aam yabqaa ‘ala ‘umuumihi maa lam yaid dalil al-takhshiish” (dalil umum tetap dalam keumumamnnya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan).

hukum zakat profesi

Adapun argumentasi analogi/qiyas yang mereka gunakan ke zakat pertanian setidaknya lemah dari dua sisi.

Pertama qiyas tidak berlaku dalam persoalan ibadah dimana zakat merupakan perkara ibadah sehingga tidak berlaku qiyas atasnya.

Kedua, kalaupun diberlakukan maka semestinya bukan 2,5% tetapi sebagaimana pengeluaran zakat pertanian yakni 1/10 bila pengairannya tanpa biaya dan 1/20 bila pengairannya tanpa biaya.

Demikian pembahasan singkat pengertian zakat profesi, sejarah kemunculannya, hukumnya, pro kontra dan analisnya. Mohon maaf apabila terdapat kesalahan. waAllahu ‘alam.

Baca Juga :

Penjelasan Ashnaf Zakat Berdasarkan al-Quran dan as-Sunnah [Lengkap]

Leave a Reply


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.