Sisi Lain Tragedi Pembakaran Bendera Tauhid

Pembakaran Bendera Tauhid – Lain Tsunami, lain gempa, lain likuifaksi, lain angin puting beliung, kali ini kita digemparkan dengan peristiwa pembakaran Bendera Tauhid oleh oknum ormas tertentu di perayaan peringatan Hari Santri Nasional 2018.

Pembakaran ini dilakukan lantaran bendera tersebut diklaim sebagai bendera milik hizbut tertentu yang menurutnya ‘haram’ tinggal di negeri pertiwi.

Sontak saja, tindakan yang dinilai kurang beretika itu mendapatkan kecaman dari berbagai pihak. Rasanya, seluruh penghuni negeri riuh membicarakan peristiwa yang terlampau berlebihan ini.

MUI menyesalkan dan meminta aparat untuk segera bertindak cepat, adil dan professional (republika. co. id /23/10/18/).

Pun dengan Gubernur Jawa Barat, meski secara ide tidak sejalan dengan Hizbut tertentu yang diklaim memiliki relasi dengan bendera tersebut, tetapi ia juga tidak setuju dengan sikap amoral para pelaku pembakaran (news.detik. com/22/10/18).

Di tempat yang berbeda, kaum muslimin dari berbagai dunia pun mengecam tindakan amoral yang mengiris-iris dada itu, bahkan mereka mendoakan agar para pelakunya mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah Swt.

mereka katakan عسى الله أن يحرق أيديكم/semoga Allah membakar tangan kalian, الله لا يوافقكم/semoga Allah tidak memberikan taufik kepada kalian. Dan kalimat-kalimat celaan sejenisnya.

Perasaan terpukul ini sangat wajar dirasakan setiap muslim, sebab kalimat tauhid yang tertulis di selembar kain tersebut merupakan simbol keluhuran, kesucian, dan keimanan kepada Allah yang Maha Agung.

Ditambah lagi, pada tanggal 22 oktober 2018 merupakan hari santri yang dalam alasan penetapannya semata-mata untuk memperingati deklarasi resolusi jihad Hadlratus Syaikh Hasjim al-Asy’ari tanggal 22 Oktober 1945.

Sebagaimana kita tahu, pada peristiwa tersebut para santri bergabung dengan tentara untuk mengusir para penjajah.

Maka dari itu, peringatan Hari Santri Nasinal yang mestinya berjalan dengan khidmat, sakral dan religious apalagi mengusung tema “Bersama Santri Damailah Negeri”, yang ada justru sebaliknya, tragedi menyedihkan.

Lebih parah lagi, ketua ormas tertentu malah melakukan pembenaran dengan berbagai alasan. Katanya, untuk menyucikan tauhid, katanya wujud melindungi negeri, katanya ada oknum yang memprovokasi dan seterusnya.

Proses Hukum Dinilai Meragukan

Tak dapat dipungkiri, memang setelah peristiwa tersebut aparat segera ‘meringkus’ ketiga pelakunya sehingga publik pun sedikit merasakan angin segar.

Tetapi rasa itu segera hilang dan nyaris butiran-butiran nanah mulai terbentuk tatkala Polda Jabar menganulir pembakaran bendera tauhid. Menurut aparat, yang dibakar adalah bendera Hizbut tertentu.

Jelas, public yang melihat dengan zoom paling besar mulai kecewa. Pasalnya di bendera tersebut bukan bendera ormas, melainkan panji Rasulullah yang disebut al-Royah.

Lebih mengherankan lagi aparat malah memburu pengunggah dan penyebar video (liputan6. com/24/10/18). Tentu saja hal ini membuat masyarakat semakin pesimis.

Ditambah lagi, menurut kepolisian, tindakan pembakaran oleh oknum banser tidak memiliki niat buruk sehingga unsur pidana nyaris tidak dikenakan kepada para pelaku (kumparan. com/24/10/18).

Sisi Lain Tragedi Pembakaran Bendera Tauhid

Marahnya umat atas pembakaran Bendera Tauhid menampilkan satu hal kepada kita, yaitu adanya ikatan di dada umat yang didasarkan pada kesamaan keyakinan dan perasaan dimana ikatan ini mampu melintasi berbagai madzhab-madzhab dalam Islam baik lokal maupun global.

Padahal mungkin saja pembelaannya tidak seperti yang kita saksikan lantaran bendera tauhid tersebut seringkali diidentikan dengan Hizbut tertentu.

Tetapi faktanya, berbagai kelompok dan madzhab mendelegimitasi asumsi itu.

Dengan bahasa yang tegas MUI sendiri tampil dalam konfrensi pers untuk menyakinkan kepada umat bahwa bendera tauhid bukanlah bendera Hizbut tertentu, tetapi milik umat Islam sedunia (news.okezone. com/24/10/18)

Selain itu, kecaman umat pasca tragedy Bans*r menunjukkan nilai penting kepada kita bahwa لسان الحال أفصح من لسان المقال /bahasa fakta (perbuatan) lebih fasih dari bahasa kata (perkataan).

Maksudnya, boleh saja mereka selalu berteriak paling cinta negara, paling anti perpecahan, paling toleransi, paling pancasilais, paling menjaga kesantunan, tetapi ingat,

perbuatan amoral mereka menjadi bukti yang menunjukkan siapa mereka sebenarnya. Lihat atsar/dampak dari perbuatannya, umat mengecam.

Sebaliknya, kelompok yang selama ini sering dituduh makar, pemecah belah, perusak tatanan social dan sejenisnya, ternyata memiliki hubungan persahabatan dengan umat.

Terbukti, meski mereka menuduh bendera tersebut adalah bendera hizbut tertentu, tetapi umat tidak bergeming. Persahabatannya dengan hizbut itu malah semakin mesra.

Inilah cinta, inilah ukhuwah yang dasarnya hanya, karena dan untuk Allah Swt.

Oleh : Andi

BACA ARTIKEL INI

Hikmah Sedekah dalam Islam yang Sangat Menggugah

Leave a Reply


The reCAPTCHA verification period has expired. Please reload the page.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.